Aku fikir aku masih bermimpi, aku selalu meyakinkan hati kalau ini hanya mimpi buruk saja saat kau bilang kita harus berpisah. Bangunkan aku.Bagaimana bisa kau bilang hal seperti itu disaat kita baik-baik saja? Bagaimana bisa bahkan kau tidak berbalik padaku lagi saat hati ini begitu merasa tercabik habis. Kau seperti begitu memantapkan hati dan langkahmu untuk meninggalkanku.
Bagaimana aku bisa melupakanmu saat semua sudut kota yang selalu kita lewati memberi rasa rindu yang bahkan aku tidak tahu cara menapikan dirimu saat melihat semuanya, bagaimana bisa aku melupakanmu jika setiap hal kecil akan selalu mengingatkanku padamu?
Aku memilih tidak peduli saat semua temanku marah karenamu, aku memilih melupakan kata-kata perpisahanmu daripada aku harus melupakan kenangan kita.
Aku masih berharap ini hanya mimpi buruk yang sengaja kau siapkan untuk menguji kesetiaanku.
Aku tidak baik-baik saja. Bagaimana bisa kau masih baik-baik saja? Katakan jika ini hanya mimpi! Katakan bahwa kau hanya becanda! Katakan semua itu padaku, katakan bahwa kau masih merindukanku!
Aku masih disini saat kau sudah lelah dengan semuanya, berbaliklah... berebahlah di pangkuanku seperti yg selalu kau inginkan saat kau sedang lelah mengahadapi hidupmu.
Jika hujan mampu mengingatkanmu padaku, apa kau sudah mulai membencinya? Apa aku sudah membuatmu membenci hujan? Apa rasa ini malah akan hilang seiring waktu? Apa kita akan terus seperti ini? Kau akan selalu seperti ini dalam diammu dan aku akan selalu seperti ini dalam tangisku? Aku merindukanmu. semuanya.
Came back and tell me why, I'm feeling like I miss you all this time. Aku berharap bisa bangun dalam keadaan amnesia dan melupakan hal kecil bodoh itu. Karena aku tidak baik-baik saja.
Amy Ly
Kamis, 16 Juni 2016
Senin, 13 Juni 2016
It's Rain
Jika hujan mampu mengingatkanmu padaku, aku janji aku akan berusaha agar kau tidak akan pernah membenci hujan saat kau mengenangku nanti
Jumat, 20 Mei 2016
I think... I miss u
Aku berusaha bahagia dengannya, tentu saja tanpamu, sepertinya kau benar-benar ingin melepasku "aku benci situasi ini" aku berfikir keras tentang aku, kau dan dia. Apa aku harus benar-benar melepasmu juga? Sungguh, aku sudah bahagia dengan dia, tapi kalau harus tanpamu aku merasa akan gila. Perasaan dan otakku seperti magnet yang berada di kutub yang berlawanan, ku bilang aku bahagia, tapi aku merindukanmu setiap saatnya, hingga aku merasakan sesak didadaku. Dengan air mata yang entah tak bisa aku tahan lagi jika aku sedang sendirian.
Aku ingin bercerita banyak lagi padamu, aku ingin mendengarkan suaramu lagi, petikan gitar setiap malamnya, aku ingin dengar semua itu lagi. Aku tidak ingin serakah untuk memilikimu juga memiliki dia, aku hanya ingin kita seperti dulu lagi, satu pasang sahabat yang selalu saling berbagi apapun, tapi tak pernah aku pungkiri bahwa saat ini aku sudah bahagia dengan memilikinya.
Kau tak perlu cemas lagi, tapi sungguh, tetaplah disini bersamaku, dengan sejuta kenangan masa kecil kita. Aku janji, aku akan bahagia dengannya, sesuai dengan permintaanmu, bahwa aku harus mencintainya dengan sederhana. Aku akan melakukannya, sungguh, jadi tolong tetaplah disini, disampingku, seperti dulu.
Aku ingin bercerita banyak lagi padamu, aku ingin mendengarkan suaramu lagi, petikan gitar setiap malamnya, aku ingin dengar semua itu lagi. Aku tidak ingin serakah untuk memilikimu juga memiliki dia, aku hanya ingin kita seperti dulu lagi, satu pasang sahabat yang selalu saling berbagi apapun, tapi tak pernah aku pungkiri bahwa saat ini aku sudah bahagia dengan memilikinya.
Kau tak perlu cemas lagi, tapi sungguh, tetaplah disini bersamaku, dengan sejuta kenangan masa kecil kita. Aku janji, aku akan bahagia dengannya, sesuai dengan permintaanmu, bahwa aku harus mencintainya dengan sederhana. Aku akan melakukannya, sungguh, jadi tolong tetaplah disini, disampingku, seperti dulu.
Jumat, 13 Mei 2016
Kau
membuatmu merasa cukup itu tidak akan mungkin. mencintaimu dalam diamku itu tidaklah cukup, pernah sekali aku mencoba egois untuk memilikimu semauku, "kau bodoh!" itulah sisi lainku yang menentang perasaan itu, seperti jiwa yang meronta-ronta. aku kira cukup hanya dengan selalu ada didekatmu, tapi tidak. aku malah lebih tersiksa. sempat aku berfikir untuk menjauh darimu, "sial!" aku malah seperti mayat hidup.
sesuatu mungkin sudah terjadi padaku, sifat ketergantungan yang kumiliki terhadapmu, aku kira itu memperparah keadaan.
mencoba menjalin cinta dengan orang lain selain dirimu, aku kira kau akan cemburu, nyatanya tidak. aku ingin seperti saat yang lalu dimana kau selalu melarangku berpacaran dengan laki-laki lain, "aku bahagia", kau bilang "aku tidak ingin kau terluka karena laki-laki itu".
but, kini aku mencoba bahagia dengan orang lain demi kau, aku tidak ingin membuatmu cemas lagi dengan hidupku, sulit memang, tapi aku ingin kau bahagia juga. terimakasih selalu menjadi pelindungku. kau tahu? ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu soal hidupku seperti dahulu sering kita lakukan, kegiatanku sehari-hari, bahwa aku masih menyukai permen kapas, aku masih benci binatang yg sama, dan aku ingin kau tau bahwa aku bahagia dengan "dia" pria yang kau restui untuk aku terima. hanya saja ada yang berubah denganku, bahwa sekarang aku bukan lagi pecandu kopi seperti dulu, tapi sungguh aku merindukanmu saat ini. ya, kamu, laki-laki pertama yang pernah menelusup masuk kedalam hatiku lewat hembusan angin musim hujan serta dinginnya malam waktu itu. senang bisa menjadi bagian dari hidupmu, begitupun denganku.
Jumat, 21 Februari 2014
Menguak Rahasia Di Balik Rekayasa Literasi
Pada
chapter review buku kali ini, saya akan membahas mengenai begaimana keadaan
literasi di Negara kita ini, Negara Indonesia. Melalui teks yang berjudul
“Rekayasa Literasi” yang ditulis oleh penulis sastra yang sudah tidak asing
lagi di dunia sastra bahasa yaitu A.Chaedar Alwasilah. Beliau mengemukakan
bahwa tingkat literasi di Indonesia masih sangat minim. Disini segala
sesuatunya akan kita bahas, dari mulai bagaimana kita mengetahui cara para ahli
mengelompokkan periodisasi menggunakan metode dan pendekatan, khususnya
terhadap pengajaran bahasa asing kedalam beberapa kelompok, sampai dengan
bagaimana kita belajar mengenai paradigm pengajaran literasi.
Sebelum beranjak ke pokok pembahasan tentang define
literasi, pertama kita akan membahas bagaimana para ahli bahasa mengelompokkan
periodisasi pengguna metode dan pendekatan, khususnya pengajaran bahasa asing,
dan disini A.Chaedar Alwasilah membagi kedalam 5 kelompok besar, yaitu:
1. Pendekatan
structural dengan grammar translation methods, dimana pendekatan ini
memfokuskan pengajarannya kepada bidang tulisan dan tata bahasa, walaupun cara
ini mungkin kurang tepat karena (maha)siswa tidak menganalisis masalah social.
2. Pendekatan
audiolingual atau dengar ucap, dimana pendekatan ini lebih difokuskan melalui
latihan dialog-dialog, tapi dalam pendekatan ini budaya baca-tulis malah
terabaikan.
3. Pendekatan
kognitif dan transformative, dimana pendekatan ini dibangun pada teori-teori
syntactic dan pendekatan ini lebih ditekankan kepada pengolahan bahasa. Dimana
(maha)siswa dapat berbahasa dilingkungan sosialnya.
4. Pendekatan
communicative competence, diamana pendekatan ini lebih difokuskan kepada
bagaimana (maha)siswa dapat berkomunikasi, baik itu dengan bahasa yang terbatas
atau bahasa yang spontan dan alami. Bahasa bukan hanya dengan sekedar untuk
berkomunikasi, tetapi bagaimana caranya kita mampu bernalar, dimana kita
seharusnya mampu berkomunikasi dengan bernalar melalui social, politik dan
ekonomi.
5. Pendekatan
literasi, dimana pendekatan ini memfokuskan bagaimana caranya (maha)siswa mampu
menunjukkan hasil wacana. Pembelajaran dilakukan melalui empat tahahapan,
yaitu: 1. Membangun pengetahuan, 2. Menyusun model-model teks, 3. Menyusun teks
bareng-bareng, dan 4. Menciptakan teks sendiri.
Setelah
mengetahui pendekatan-pendekatan belajar bahasa asing, mari kita beranjak ke
tahap yang selanjutnya, yaitu yang terpenting adalah bagaimana definisi
literasi itu sendiri. Banyak yang beranggapan bahwa literasi itu dianggap hanya
sekedar masalah psikologi saja, kita tidak menyadari bahwa ihwal literasi
ituakan sangat berhubungan dengan maslah ekonomi, social dan politik. “padahal
literasi adalah praktek kultural yang berkaitan dengan persoalan social dan
politik” (kutip). Selain itu terdapat empat model literasi, yaitu sebagai
berikut: 1. Memahami kode dalam teks, 2. Terlibat dalam memaknai teks, 3.
Menggunakan teks secara fungsional, dan 4. Melakukan analisis dan mentransformasi
teks secara kritis. Keempat peran penting literasi ini dapat diringkas kedalam
liam verba : memahami, melibat, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi
teks. Itulah hakikat makna nyata berliterasi secara kritis dlam masyarakat
demokratis. Jadi literasi adalah kemampuan seseorang dalam baca-tulis, serta
bagaimana seseorang bisa berkomunikasi dengan nalar social, ekonomi, dan
politik.
Ditinjau
dari beberapa pemahaman saya diatas, saya dapat menyimpulkan bahwa makna dan
rujukan literasi terus berkembang dan berevolusi dan kini mulai meluas.
Literasi
tidak akan putus hubungannya dengan penggunaan bahasa, dan kini litrerasi sudah
menjadi kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling
berkaitan, yaitu:
1) Dimensi
geografis (local, nasional, regional, dan internasional), diplomat, misalnya,
lebih sering ditantang untuk memiliki literasi internasional daripada Bupati.
2) Dimensi
keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara). Dimensi ini
memperlihatkan bahwa literasi seseorang bisa dilihat dari kegiatannya dalam
membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Setiap sarjana pasti bisa membaca,
tapi tidak semua sarjana mampu menulis. Untuk menjadi seorang sarjana, tidak
cukup mengandalkan literasi, tapi harus juga memiliki numerisasi (keterampilan
menghitung) atau juga 3R yaitu reading, writing, and arithmetic.
3) Dimensi
fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,
mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri).
4) Dimensi
media (teks, cetak, visual, digital). Untuk menjadi literat, tidak cukup
menguasai baca-tulis saja tapi pengetahuan IT (Information Technology) sangat
penting, sehingga kini kehebatan universitas antara lain diukur lewat
webometrics, yaitu sejauh mana universitas tersebut diperbincangkan di dunia maya.
5) Dimensi
jumlah (satu, dua, beberapa). Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam
berbagai situasi.
6) Dimensi
bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional) ada literasi yang
singular dan adapun yang literacy plural. Sebagai mahasiswa kita harus menjadi
orang yang multingual, dimana ketika anda memang mampu berliterat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris tetapi anda tidak mampu berliterat dalam basis
bahasa ibu, maka anda bukanlah orang
yang multilingual melainkan anda orang yang payah!
Selain
enam definisi diatas ada 10 gagasan kunci mengenai literasi yang menunjukan
perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan
ilmu pengetahuan sekarang ini.
ü
Ketertiban lembaga-lembaga social.
Setiap
lembaga itu menjalankan perannya dengan bahasa, sehingga muncullah bahas
birokrat atau bahasa politik yang menunjukan kekuasan birokrat terhadap rakyat.
ü
Tingkat kefasihan relative.
Setiap
interaksi memerlukan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda.
ü
Pengembangan potensi diri dan pengetahuan.
Kemampuan
berliterasi yaitu dimana seseorang dapat mengekspresikan potensi diri serta
kemampuan memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan. Menulis akademik
adalah bagian dari literasi yang harus dikuasai oleh (calon) sarjana. Itulah akademik
literasi.
ü
Standard dunia.
Dalam
persaingan global sekarang ini rujuk mutu dikembangkan ke tingkat
internasional, agar tingkat literasi suatu bangsa mudah dibandingkan dengan
bangsa lainnya.
ü
Warga Negara demokratis.
Media
adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan kata lain, pendidikan literasi harus
mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
ü
Keragaman local.
Disini
kita akan membahas bahwa manusia yang berliterat itu adalah orang yang
menghargai budaya dan keragaman bahasa. Dan mereka mengembangkan literasi dalam
konteks lokalnya, sebellum memasuki konteks nasional, regional, dan global.
ü
Hubungan global.
Literasi
tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaan teknologi informasi dan
penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
ü
Kewarganegaraan yang efektif.
Warga
Negara yang efektif mengetahui hak dan kewajibannya (cititenship literary).
Selama ini ada hipotesis yang mengatakan bahwa perbedaan bahasa berarti deficit
bahasa.
ü
Bahasa Inggris ragam dunia.
Pemahaman
dan antisipasi atas ragam bahasa Inggris merupakan bagian dari literasi global.
ü
Kemampuan berpikir kritis.
Berbicara
dan menulis adalah tindakan literasi dan merupakan keputusan politik. Dan
“manusia adalah mahluk pengguna symbol” (kutip).
ü
Masyarakat semiotic.
Semiotic
adalah ilmu tentang tanda. Budaya system tanda. Dalam upaya mengkaji budaya,
para ahli menggunakan istilah sintaksis, semantic dan pragmatic.
Selain
mengkaji tujuh ranah litrerasi diatas, pendidikan bahasa berbasis literasi
seyogyanya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, sebagai berikut :
A. Literasi
adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
B. Literasi
menakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tulis
maupun secara lisan. Bagaimana seharusnya pendidikan bahasa sejak dini
membiasakan siswa berekspresi, baik secara lisan maupun tulisan.
C. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah. Pendidikan bahasa juga melatih siswa
berpikir kritis. Bahasa adalah alat berpikir. Karena itu, ada orang menyarankan
agar 3R dirubah menjadi 4R: reading, writing, arithmetic dan reasoning.
D. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Berbaca-tulis selalu ada dalam
system budaya (kepercayaan, sikap, cara dan tujuan budaya).
E. Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri). Pendidikan bahasa seharusnya menanamkan pada
diri (maha)siswa kebiasaan melakukan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa
orang lain, yakni kesadaran terhadap metakomunikasi.
F. Literasi
adalah hasil kolaborasi. Berbaca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua
belah pihak yang berkomunikasi.
G. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi. Penulis menginterpretasikan alam
semesta dan pengalaman subjektifnya lewat kata-kata, sedangkan pembaca memaknai
inerpretasi penulis.
Setelah
kita mengetahui banyak mengenai literasi itu sendiri, seharusnya kita dapat
segera menerapkannya didalam kehidupan kita, terlebih untuk membawa nama baik
Negara Indonesia ini ke kancah dunia. Seperti yang sudah kita ketahui dalam
wacana “Rapor Merah Literasi Anak Negeri” yang ditulis oleh A.Chaedar
Alwasilah, bahwa kondisi literasi anak bangsa ini sangatlah memprihatinkan.
Seperti
temuan-temuan beliau dari PIRLS (Progress in International Reading Literacy
Study) pada tahun 2006, yakni prestasi membaca pada kelas IV Indonesia yang
bersaing dengan siswa dari Negara peserta lainnya.
Dalam
penelitian ini tujuan membaca meliputi literacy purposes dan international
purposes. Sedangkan proses membaca interpreting, integrating, dan evaluating.
Berikut adalah temuan-temuannya literacy siswa Indonesia. Skor prestasi membaca
di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa), 417 untuk perempuan dan 398 untuk
laki-laki. Angka-angka ini berada di bawah rata-rata nilai Negara lain. Atau
dalam kategori Negara berdasarkan perbandingan skor membaca literacy purposes
(LP) dan informational purposes (IP). Negara yang prestasi membaca LP lebih
rendah daripada IP adalah Indonesia, malahan Negara kita ini menyandang gelar
paling tinggi untuk kategori ini. Selain itu, di Indonesia hanya tercatat 2%
siswa yang prestasi membacanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi, 19% masuk
ke dalam kategori menengah, dan 55% masuk ke dalam kategori rendah. Ini
artinya, 45% siswa Indonesia tidak dapat mencapai skor 400.
Literasi
diukur juga dengan index of home educational resources (HER). Dimana setiap
rumah memiki banyak sekali sumber ilmu, seperti buku-buku dan computer, serta
tidak menutup kemungkinan background pendidikan orang tua mempengaruhi
tingginya literasi dalam keluarga. Di Indonesia masuk ke dalam ketegori posisi
yang paling bawah, yakni 1% ketegori high, 62% medium, dan 37% low dalam
ketegori ukuran HER.
Pendidikan
literasi adalah investasi jangka panjang yang berfungsi transformative, untuk
meningkatkan HID dan menjamin kehidupan social ekonomi yang lebih baik. Dengan
kata lain, “pendidikan literasi pasti mengubah pendapat dan pendapatan”.
(kutip). Namun dapat diprediksi bahwa prestasi menulis sangatlah bergantung
pada kemampuan membaca. Tanpa kegiatan membaca, orang akan kesulitan untuk menulis.
Ujung
tombak pendidikan literasi adalah guru, tapi membangun literasi bangsa harus
diawali dengan membangun guru yang professional dan guru professional hanya
dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang professional juga.
Beranjak
ke pembahasan selanjutnya, yaitu “implementasi”. Rekayasa literasi adalah upaya
yang sengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya
lewat penguasaan bahasa secara optimal. Kern (2000:38) menyebut tiga dimensi,
yaitu dimensi linguistik, sosiokultural, dan kognitif / metakognitif. Dengan
demikian, rekayasa literasi berarti merekayasapengajaran membaca dan menulis
dalam empat dimensi diatas, dan menggunakannya secara serempak, aktif dan
terintegrasi.
Kegiatan
literasi selalu serentak melibatkan keempat dimensi (bahasa, konitif, social,
dan perkembangan). Literasi tidaklah sesederhana hanya sekedar menguasai
alphabet atau sekedar mengerti hubungan antara bunyi dengan symbol tulisannya,
tapi symbol itu difungsikan secara bernalar dalam konteks social. Tindak
pendidikan sangat mempengaruhi tingkat literasi seseorang. Artinya, bahwa
seorang literat itu tidak sekedar berbaca-tulis. Tapi juga terdidik dan
mengenal sastra.
Mengajarkan
literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mempu berbaca-tulis,
terdidik, cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sastra. Dalam garis
besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu decoding, skill, dan
whole language (Kucer:200).
v
Paradigma 1. : decoding, menyatakan
bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi dan belajar bahasa
dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Dalam paradigma ini berlaku
rumus :
Perkembangan
literasi = belajar ihwal literasi kemudian
belajar literasi dan dilanjut dengan belajar
melalui literasi.
v Paradigma
2. : keterampilan, bahwa penguasaan
morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Dalam paradigma ini berlaku
rumus :
Pengembangan
literasi = belajar ihwal literasi kemudian belajar
literasi
Dan dilanjut dengan belajar
melalui literasi.
v Paradigma
3. : bahasa secara utuh, dilihat dari namanya paradigma ini menolak
pembelajaran yang meletakan focus kepada bagian atau serpihan bahasa. Belajar
literasi berlangsung seperti bayi belajar bahasa ujaran dari sekitar, yakni
berlangsung secara induktif. Paradigma ini menolak urutan rumus paradigma #1
dan 2, karena paradigma ini mengajukan rumus sebagai berikut : perkembangan
literasi adalah belajar melalui literasi
kemudian belajar literasi dan dilanjut dengan belajar
ihwal literasi.
Paradigma adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap
objek pandang (baca:pengajaran literasi) yang penting berekspresi tulis.
Kesalahan ejaan, tata bahasa, dan kosakata dapat dibenahi sambil jalan .
Bila rapor literasi anak bangsa ini merah seperti yang
sudah dikemukakan sebelumnya, apa yang salah dengan system pendidikan dan
pengajaran literasi di negeri ini? Apa karena metode dan teknik pengajaran
literasi selama ini kurang mencerdaskan? Bisa jadi. Tapi walau bagaimanapun
jangan menyalahkan guru bahasa, karena seyogyanya literasi juga akan dibangun
pula dimensi social dan politik.
Jadi kesimpulannya adalah menurut beberapa dimensi
literasi itu tidak sesederhana hanya sekedar kemampuan seseorang dalam
baca-tulis, tetapi juga bagaimana seseorang bisa memecahkan suatu masalah atau
juga kemampuan seseorang yang mampu bernalar social ekonomi dan politik.
Mengenai rapor merah yang diperoleh negeri ini mengenai tingkat literasi. Ini
adalah tugas semua orang. Bagaimana kita mengubah paradigma yang ada menjadi
lebih baik lagi. Walaupun kita meyakini adanya kesalahan metode dan teknik
dalam pengajaran literasi, kita tidak boleh langsung menyalahkan guru bahasa,
karena seyogyanya literasi tumbuh dalam dimensi social dan politik. Diperlukan
kesadaran dari berbagai pihak, bahwa literasi akan tumbuh pada masyarakat yang
berpendidikan tinggi.
Berliterat atau Mati!!!
Pagi yang cerah, suara burung bernyanyi, terlihat
embun yang menyapa di balik jendela. Sepertinya hari ini akan cerah. Ku
tuliskan setiap ilmu dalam kertas yang putih ini, bersih, hingga tinta emas ini
mengukir setiap sudutnya hingga menjadi lebih indah. Seseorang pernah
mengatakan bahwa menulis itu kunci untuk mengingat ilmu.
Mr. Lala mengatakan bahwa mulailah berekspresi dengan
tulisan. Kekuatan tulisan seseorang itu bisa dilihat dari seberapa seringkah
orang tersebut membaca, atau dengan dilihat dari pendidikannya yang tinggi,
atau juga dengan praktek, karena tulisan kita akan berkembang dengan praktek.
Pada class review kedua ini, saya masih akan membahas
mengenai literasi dan akademik writing. Tapi sebelum mebahasnya, saya akan
mengutip kata-kata yang Mr. Lala katakana bahwa menurut beliau kita ini adalah
“A Writing Multilingual” yang menulis secara efektif dalam L1 dan L2 efektif,
yang berfungsi sebagai pembaca kritis baik di L1 dan L2, yang mengubah diri
dari seorang mahasiswa bahasa menjadi mahasiswa menulis, yang dapat membuat
informasi pilihan dalam hidup dan yang bisa mengubah dunia. Dimana yang disebut
dengan a writer multilingual disini menurut A.Chaedar Alwasilah adalah seseorang
yang mampu berliterat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta bahasa
ibu, karena jika anda tidak mampu berliterat dengan bahasa ibu, maka anda
adalah orang yang payah!
Hyland mengatakan bahwa, “menulis adalah praktek
didasarkan pada harapan: peluang membaca menafsirkan maksud penulis meningkat
jika penulis penulis mengambil kesulitan untuk mengantisipasi apa yang pembaca
mungkin harapkan yang didasarkan pada teks-teks telah ia baca dari jenis yang
sama”.
Menurut Hoey (2001), seperti yang telah dikutip dalam
Hyland (2004), mengibaratkan para pembaca dan penulis adalah seorang penari,
penari yang mengikuti langkah-langkahnya masing-masing. Setiap rasa tulisan
harus tetap dijaga, dimana penulis harus mempersiapkan segala kemungkinan untuk
mengantisipasi tulisannya akan tepat sasaran dan dapat dipahami oleh sang
pembaca. Jadi antara pembaca dan penulis keduanya harus membuat koneksi yang
kuat satu sama lainnya, hingga terciptalah sambungan yang disebut seni.
Menurut Lenthonen (2000:74) oleh Barthes mengungkapkan
bahwa bahasa Sausure adalah suatu system yang didefinisikan oleh maknanya
sendiri, Barthes melihat peran orang-orang yang berlatih linguistic sebagai
juga menjadi pusat dalam pembentukan makna. Juga Lethonen mengungkapkan bahwa
pembaca menjadi inti dari pembentukan makna, dan membaca menjadi tempat dimana
makna dimiliki. Teks dan pembaca tidak pernah berdiri sendiri satu sama
lainnya, tapi malah sebaliknya saling menghasilkan satu sama lainnya.
Membaca termasuk memilih apa yang harus dibaca, mengorganisir
dan menghubungkan keduanya secara bersama-sama dalam rangka arti toform, serta
pengetahuan sendiri ke teks.
Setelah mengetahui banyak tentang bagaimana koneksi
pembaca dan penulis berhubungan satu sama lainnya. Kita akan mereview kembali
tentang “teaching orientation” yaitu sebagai berikut:
- Academic
Writing
Ø
Formal
Ø
Critical
Ø
Structure – focused. Yang berhubungan
langsung dengan
Ø
Systemacity
Ø
Rigid (kaku), disini kita belajar
bagaimana kita mampu mencairkan ide yang kita miliki.
- Critical
Thinking
Ø
Selective you will not take something
for granted. Yang menjelaskan bahwa think, write, and read itu ketiganya saling
berkaitan erat satu sama lainnya.
- Writing
:
Ø
A way of knowing something
Ø
A way of representing something
(voice), dimana kita akan belajar untuk merepresentasikan diri kita.
Ø
A way of reproduction something.
Perlu
diingat bahwa “something” diatas menurut psikolog adalah meliputi : informasi,
knowledge, dan experience.
Menulis adalah professionalism seseorang. Betapa
pengalaman itu sangat berharga dan sangat penting. Bahkan menurut dosen writing
kami ini (Mr.Lala Bumela) seseorang itu tidak cukup dengan pintar (smart) saja,
karena percuma saja kalau seseorang pintar tapi dia tidak pernah punya
pengalaman.
Jadi kesimpulannya adalah literacy dan language
teaching adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Berbicara literacy
berarti kita akan berbicara kemajuan bangsa, dimana semakin tinggi literasi
yang dimiliki setiap masyarakat, maka akan semakin tinggi GDP di negeri ini.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa orang yang berliterasi adalah orang yang
mengerti hukum, dimana mereka tidak pernah membuang sampah sembarangan, dan
mereka rela mengantri walaupun sepanjang
apapun antrian tersebut (contoh kecil). Literasi pun akan berhubungan dengan
lompatan ekonomi, teknologi, kesadaran social dan lain-lain. Berbicara litersi
maka kita tidak akan luput dari baca-tulis, pembaca dan penulis mempunyai
koneksi satu sama lainnya. Dimana teks tulisan kita akan menjadi kuburan dan
pembaca adalah sebagai ruhnya. Setiap teks yang kita buat harus didasarkan
kepada beberapa referensi. Sukses itu adalah perjalanan hidup setiap hari, jika
kita ingin sukses di umur 35 tahun, maka kita harus mempersiapkan semuanya
dalam kurun waktu 35 tahun juga.
Mengapa saya mengambil tema “Berliterat atau Mati!!!”
dalam class review ini adalah karena saya merasa negeri ini butuh orang-orang
yang berliterat, mampu mengerti hukum dan berani mengubah dunia menjadi lebih
baik lagi lewat kreasi-kreasinya. Negeri ini tidak butuh orang-orang yang
korupsi, karena itu merupakan salah satu contoh besar orang-orang yang tidak
berliterat dan tidak mengerti hukum. Kapan negeri ini akan dipandang baik oleh
Negara-negara diluar sana, jika masyarakatnya tidak mampu merubah apapun yang
buruk menjadi lebih baik?
Minggu, 12 Januari 2014
my Lord...peluk aku sebentar saja
kadang sebuah kenyataan tak pernah menjadi seperti yang kita inginkan... tak ada tempat berteduh...merasa sendiri dan sepi...my Lord...lindungiku dari putus asa...
Entahlah...apa yang aku pikirkan dan aku rasakan, semuanya tampak abu-abu...bahkan tak ada pilihan dari kedua pilihan...mengapa tak aku hadapi? Entahlah...aku ada dimana? entahlah aku merasa mati rasa...aku tersesat...dan semuanya tampak gelap...mencoba acuh tak acuh dengan semua ini..tapi,,,aku tetap bertahan, tapi aku tak bisa berlari,,,tapi aku hanya diam saja...
Ingin rasa menjerit sekeras mungkin bertanya tentang apa yang sedang terjadi, berteriak agar beban ini terangkat sedikit, agar rasa pahit ini terobati sedikit...tapi tetap tak bisa, aku hanya takut tak ada yang menjawab, aku hanya takut orang tahu dimana aku sedang sakit...dan itu akan lebih menyakitkan...
merasa kecil...hilang...dan tak tentu arah...
Tuhan...peluk aku sebentar saja...aku takut :(
Langganan:
Postingan (Atom)